Desa Kete Kesu adalah sebuah desa tradisional sekaligus cagar budaya adat Toraja yang belakang menjadi perbincangan para wisatawan. Sejarah Kete Kesu Tana Toraja terbilang cukup menarik untuk diulik.
Berlokasi di Kecamatan Sanggalangi, Toraja Utara, Sulawesi Selatan, desa Kete Kesu Toraja termasuk desa yang paling tua di kawasan Sanggalangi. Desa ini bahkan telah berusia hingga 400 tahun.
Daftar Isi
Tak heran jika desa ini tampak seperti sebuah museum hidup. Pasalnya, wisatawan yang berkunjung ke sini akan melihat berbagai tradisi unik yang masih dijalankan masyarakat Tanpa Toraja.
Desa Kete Kesu Tana Toraja dan Daya Tariknya
Desa Kete Kesu adalah sebuah desa wisata yang menawarkan pengalaman menarik menjelajahi perkampungan tradisional Tana Toraja. Sejak pertama kali didirikan, desa ini disebut-sebut tidak pernah berubah sedikit pun.
Ada banyak hal menarik yang bisa kamu temui di desa cagar budaya adat Tana Toraja ini, antara lain.
Melihat dari dekat Rumah Adat Tongkonan
Hal menarik pertama dari desa Kete Kesu adalah rumah adat Tongkonannya yang masih kokoh berdiri. Kamu akan disambut deretan enam rumah Tongkonan yang rapi berjajar menghadap ke arah utara serta upacara sambutan tamu dengan adat rambu solo. Dimana ini merupakan sebuah upacara kematian.
Rumah adat tersebut diperkirakan telah berusia 300 tahun lebih dan tampah masih sangat kokoh. Bahkan, rumah adat ini masih ditempati oleh sekitar 20 keluarga.
Di desa Kete Kesu Tana Toraja ini terdapat enam rumah Tongkonan yang berdiri sejajar mengarah ke Utara dan berhadapan dengan sebuah lumbung padi atau ‘Alang Sura’.
Setiap rumah Tongkonan akan dihiasi dengan ukiran cantik dan deretan tanduk kerbau sebagai penanda dari seberapa pemilik rumah menggelar upacara adat sekaligus strata sosialnya di masyarakat.
Disebutkan bahwa hanya seseorang yang memiliki keturunan bangsawan saja yang diperbolehkan membangun rumah Tongkonan tersebut.
Sementara, masyarakat pada umumnya tinggal di bangunan rumah yang jauh lebih sederhana dan berukuran kecil yang desainnya tidak terlalu rumit sebagaimana rumah Tongkonan.
Rumah Tongkonan ini sangat khas dengan atapnya yang melengkung ke atas layaknya perahu. Proses pembuatannya pun tidak bisa dilakukan sembarangan, melainkan dibantu seluruh anggota keluarga.
Rumah Tongkonan yang ada di desa Kete Kesu Toraja pertama kali dibuat dari abad 17. Kini, rumah adat tersebut telah diubah sebagai museum yang berisi berbagai benda bersejarah. Dari mulai patung, keramik Tiongkok, parang, belati, hingga bendera yang pertama dikibarkan di Tana Toraja.
Museum tersebut pun membuka workshop juga untuk para wisatawan yang tertarik untuk melatih keterampilan dalam membuat kriya berbahan bambu.
Menyusuri pemakaman adat kuno
Masih di kawasan desa Kete Kesu Toraja, tak jauh dari rumah Tongkonan, terdapat batu menhir yang berada di tengah lahan sawah yang digunakan sebagai jalan untuk menuju ke sebuah bukit karst yang dinamakan Buntu Kesu.
Tempat tersebut merupakan situs makam kuno berusia sekitar 700 tahun. Di jalur yang menuju ke arah bukit yang ada di belakang desa. Disana terlihat banyak sekali tulang dan tengkorak manusia yang berserakan. Sebagian diantaranya menumpuk dalam suatu bejana.
Di sisi tebing bukit tersebut terdapat sejumlah lubang yang dipergunakan untuk mengubur mayat. Di dalam tradisi masyarakat setempat, seseorang yang memiliki darah keturunan bangsawan maka akan dimakamkan di bagian lubang yang tinggi. Sementara orang biasa hanya akan dikuburkan di bagian kaki bukit.
Selain itu, dipercaya semakin tinggi seseorang dikubur, jalannya menuju ke surga akan semakin dipermudah.
Masyarakat Toraja sendiri memiliki tiga cara dalam menyimpan jenazah keluarganya. Peti mati atau erong akan diletakkan di rumah batu berukir, di goa, atau digantungkan pada tebing. Untuk bentuk erongnya sendiri ada yang berbentuk hewan baik babi atau kerbau dan juga bentuk seperti rumah tongkonan.